September 9th, 2009
Sudah hampir 1 tahun ini dunia mengalami krisis monitor babak (konon katanya) kedua. Apakah Anda merasakan dampaknya? Mungkin sebagian besar menjawab ‘ya’ dan sebagian kecil menjawabnya ‘tidak’. Saya pun ikut mengamini yang mayoritas. Bohong kalau saya tidak merasakannya. “Masa sich Cak?”, sanggah beberapa teman. “Kan pulsa tetap dibutuhkan orang?” imbuh beberapa teman dengan argumen yang bisa diterima akal sehat.
Betul pulsa selalu dibutuhkan orang, bahkan mungkin lebih dubutuhkan dibanding makan. Bahasa gaulnya, ‘nggak makan nggak papa dech’, yang penting bisa telepon dan SMS. Tapi jangan salah, ada beberapa penyebab kenapa bisnis pulsa juga terkena dampak krismon.
Berikut ini pengamatan dan pengalaman saya kenapa penjualan pulsa terdampak oleh krismon:
1. Perang provider
Tidak bisa dipungkiri jumlah provider telekomunikasi yang banyak, apalagi provider pendatang baru, berusaha menggaet pelanggan dengan berbagai cara. Salah satu contoh yang kita rasakan, tarif menelepon menjadi murah. Terjadi lomba penurunan tarif. Contoh paling gampang, lihat saja dilayar televisi, klaim paling murah terus berlangsung. Setiap hari muncul iklannya. Hal ini saya nilai wajar karena privider dengan investasi dan biaya operasional yang besar bertahan untuk tetap “hidup” di tengah krisis.
Kabar baiknya untuk kita ssebagai pengguna adalah, dengan perang tarif ini, pelanggan yang akan diuntungkan. Biaya menelepon menjadi lebih murah. Dengan asumsi sebelumnya menelepon 1 jam dengan biaya 40 ribuan menjadi Cuma setengahnya bahkan ada yang seribu, gratis lah dan lain-lain.
Sementara untuk pengusaha voucher hasil akhirnya adalah: pelanggan belanja pulsa lebih hemat. Akibatnya adalah omzet pedagang menurun.
2. Banyaknya pesaing
Berjualan pulsa saat ini dianggap mudah. Semua orang yang punya HP bisa berjualan pulsa elektrik. Grosir pulsa fisik pun terus tumbuh. Apalagi jumlah pedagang eceran. Mungkin setiap hari, kalau di survey, ada beberapa pedagang baru. Siswa sekolah bisa berjualan. Karyawan, mahasiswa, pensiunan, ibu rumah tangga, bahkan banyak orang yang baru diPHK pun berjualan pulsa. Jadi persaingan makin sesak. Akibatnya adalah, kue yang dibagi terlalu kecil untuk masing-masing penjual, omset akan turun.
3. Efek domino PHK
Di kawasan industri, rumah kost banyak yang kosong. Pedagang warung nasi pun mengeluh sepi. Jumlah pekerja menurun. Jumlah belanja yang masih menjadi pekerja pun menurun, karena jam lembur berkurang tapi biaya bulanan meningkat. Salah satu efek dari ‘pengencangan’ ikat pinggang pun terasa di pembelian pulsa. Banyak korban PHK yang pulang kampung yang efeknya pembeli makin menurun. Akibatnya, pembelian pun turun dan penjual turun juga penjualannya.
Ngomong-ngomong, saya buka-bukaan sedikit tentang penurunan omset ini. Berapa kira-kira? Dari hasil bincang-bincang dengan teman-teman jumlahpenurunan omset ini variatif. Saya memberikan angka 25 s/d 50 %. Jadi rata2 di angka 35%.
Pertanyaan berikutnya, kapan akan Pulih? Semoga segera. Tetap OPTIMIS teman-teman. Yakinlah, BADAI PASTI BERLALU –mengenang alm. Chrisye.
Salam,
MASBUKHIN PRADHANA
Entrepreneur Specialist
masbukhin@finansiaconsulting.com
http://finansiaconsulting.com/category/artikel/
Kamis, 10 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
yah... begitulah bisnis pulsa...
Posting Komentar